Senin, 05 September 2022

NGOPI DULU

 

NGOPI DULU

Aku tak suka kopi. Itu pointnya. Eh, tunggu dulu, sebenarnya aku suka kopi. Pahit yang nikmat. Tapi, lambungku tak begitu care padaku. Ia tak rela jika sedikit saja kopi tertuang dalam altarnya, ia akan bergejolak, menimbulkan rasa yang tak karuan, melilit tiap ujung rambutku dan aku hampir tak berdaya dibuatnya. Entah kenapa, tapi itulah alasan kenapa aku anti pada kopi.

Tapi, ini bukan tentang aku dan kopi. Ini tentang bagaimana kopi bisa memengaruhi jutaan manusia di setiap penjuru dunia. Kopi, bahkan yang telah mampir di Rahim binatang mungil yang sering disebut luwak, menjadi barang super mewah dan melegenda.

Kopi, dijadikan simbol waktu yang free, dalam setiap moment acara penting semisal seminar atau workshop, hingga kita sering mengenal istilah coffee break, daripada istirahat.

Kopi, juga tumbuh menjadi komoditas yang mampu menghidupi berbagai jutaan petani yang menggantungkan hidup pada kemakmuran dan kesuburan tiap panennya.

Kopi, juga menjadi alasan utama para pegiat bisnis, untuk menyajikan teknik penjualan dalam bentuk berbeda, dengan berbagai citarasa yang mengikat penggemar atau calon penggemarnya.

Kopi, layaknya teh oleh sebagaian masyarakat yang lain, menjadi hidangan utama dalam setiap upacara sakral lek-lekan yang meminta tiap insan terjaga hingga larut malam.



Atau, yang masih hangat di hadapan kita, kopi jualah yang menyebabkan Mirna pergi selamanya dan Jessika didakwa menjadi eksekutor tunggalnya.

Kopi, dengan segala kenikmatan yang ditawarkan, muncul sebagai pangsa pasar utama di setiap obrolan. Dengan segala konsep tentang kewibawaan kopi, Yuk, ngopi dulu…