Latar Belakang SRA
Pendidikan anak tidak
hanya menjadi tanggung jawab orang tua, melainkan juga negara. Untuk itu,
negara memiliki andil dan tanggung jawab dalam menyuseskan program belajar
anak. Sukses tidaknya anak belajar di sekolah dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Salah satunya adalah faktor lingkungan sekolah.
Berdasarkan pantauan di lapangan dan dari berbagai sumber media,
terdapat kekerasan yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didiknya. Tidak
hanya itu, antarpeserta didik juga berpotensi berbuat kekerasan seperti bullying. Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) pernah mencatat pada tahun 2014-2015, 10% kekerasan yang
dialami anak berasal dari guru. Jika hal itu dibiarkan secara terus menerus,
bagaimana nasib pendidikan anak-anak Indonesia?
Dilatarbelakangi oleh hal-hal itulah, pemerintah melalui
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak membentuk Sekolah
Ramah Anak, yang dimaksudkan untuk menjamin hak-hak anak selama di sekolah,
sehingga keamanan anak bisa selalu terjaga. Keamanan yang dimaksud tidak
sebatas keamanan psikis dan fisik, melainkan juga kesehatan.
B. Prinsip dan Konsep SRA
Prinsip SRA adalah sebagai berikut:
- Nondiskriminasi,
artinya setiap anak bisa mendapatkan haknya tanpa adanya diskriminasi.
- Kepentingan
terbaik bagi anak, artinya semua kebijakan atau keputusan yang dibuat
nantinya benar-benar terbaik bagi pendidikan anak.
- Hidup,
kelangsungan hidup, dan perkembangan, artinya lingkungan sekolah
memperhatikan martabat anak dan memberikan jaminan akan perkembangan
setiap anak.
- Penghormatan
terhadap pandangan anak, artinya menghormati setiap pandangan anak yang
berpengaruh pada perkembangannya.
- Pengelolaan
yang baik, artinya adanya jaminan akan keterbukaan, akuntabilitas,
partisipasi, dan supremasi hukum di sekolah
Konsep SRA mengacu pada perlindungan dan pemenuhan hak anak selama di sekolah berdasarkan gerakan BARISAN, yaitu sebagai berikut.
- B =
Bersih
- A =
Aman
- R =
Ramah
- I =
Indah
- I =
Inklusif
- S =
Sehat
- A =
Asri
- N = Nyaman
1. Persiapan
Persiapan yang harus dilakukan
sebelumnya adalah sebagai berikut.
a. Menyusun rekomendasi dan memetakan
hak-hak anak berdasarkan hasil konsultasi pada pihak anak.
b. Membentuk kebijakan melalui komitmen
kepala sekolah, orang tua/wali, dan peserta didik.
c. Membentuk tim pengembangan dengan peran
sebagai berikut.
1) Koordinator untuk pengembangan.
2) Melakukan sosialisasi.
3) Menyusun serta mengembangkan sekolah
ramah anak.
4) Melakukan evaluasi.
5) Memetakan potensi, kapasitas, dan
kerentanan.
2. Perencanaan
Pada langkah perencanaan, tim pengembangan berperan untuk menyukseskan
terwujudnya sekolah ramah anak yang terintegrasi ke dalam kebijakan, program,
dan kegiatan yang sudah berlangsung di suatu sekolah.
3. Pelaksanaan
Pada pelaksanaannya, semua sumber daya harus dioptimalkan, baik sumber daya
pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha.
4. Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan
Pada langkah ini, tim pengembangan harus melakukan pemantauan setiap bulan
dan evaluasi setiap tiga bulan sekali. Hasil yang diperoleh dari evaluasi
tersebut diserahkan pada pihak gugus tugas KLA (Kota Layak Anak) untuk dilakukan
tindak lanjut. Jika unit satuan pendidikan berhasil menerapkan, pihak gugus
tugas akan memberikan penghargaan.
(diolah dari berbagai sumber)